Beranda | Artikel
Hakikat Manhaj Salaf (Bag. 2)
Sabtu, 5 November 2022

Baca pembahasan sebelumnya Hakikat Manhaj Salaf (Bag. 1)

Manhaj salaf adalah shirathal mustaqim

Allah mewajibkan kita dalam setiap salat kita untuk membaca surah Al-Fatihah yang di akhirnya terdapat ayat,

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.“ (QS. Al-Fatihah: 6-7)

Yang dimaksud shirathal mustaqim adalah jalan Allah. Maksudnya adalah kita memohon agar diberi petunjuk dan dibimbing serta ditetapkan di atas shirathal mustaqim. Makna ayat (صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ) yaitu mereka yang telah berjalan di atas jalan ini adalah orang-orang yang Allah beri nikmat kepada mereka, baik dari golongan para nabi, shiddiiqiin, syuhadaa, dan shaalihiin. Mereka adalah sebaik-baik teman yang telah menempuh jalan ini. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً

Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.“ (QS. An-Nisa’: 69)

Jangan merasa kesepian saat berada di jalan ini, karena sahabat dan teman kalian yang telah menempuh jalan ini adalah manusia-manusia terbaik.

Baca Juga: Siapa Bilang Salafi Pelit Bershalawat?

Manhaj salaf menggabungkan ilmu dan amal

Dalam firman Allah (غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ), maksudnya bukanlah jalannya orang-orang yang Allah murkai, yaitu orang yang memiliki ilmu, namun tidak mau mengamalkannya seperti orang Yahudi dan yang semisalnya. Jika tidak diamalkan, ilmu akan menjadi hujah yang mencelakakan bagi pemiliknya di hari kiamat, sebagaimana sebuah ungkapan,

والعلم إن كان أقوالا بلا عمل               فإن صاحبه بالجهل منغمِرُ

Ilmu jika hanya berupa ucapan tanpa amalan

Maka, pemiliknya akan tenggelam dalam kebodohan

Ilmu harus disertai dengan amal. Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah. Apa faedahnya jika pohon tidak berbuah? Oleh karena itu, Allah murka kepada mereka karena mereka memiliki ilmu, namun tidak mau mengamalkannya. Mereka berhak mendapatkan kemarahan, kemurkaaan, dan kebencian dari Allah.

Dalam firman Allah (وَلاَ الضَّالِّينَ) maksudnya bukanlah jalan orang-orang yang sesat. Mereka adalah orang yang beramal dan beribadah kepada Allah, namun tanpa dasar ilmu dan petunjuk dari Allah sehingga amal mereka sia-sia dan tidak memberikan manfaat sedikit pun. Karena mereka menempuh jalan kesesatan. Mereka tersesat dari shirathal mustaqim dan amal mereka sia-sia tanpa faedah. Termasuk kelompok ini adalah kaum Nasrani, di mana mereka beribadah, akan tetapi tanpa diiringi ilmu. Allah berfirman,

وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاء رِضْوَانِ اللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا

Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.“ (QS. Al-Hadid: 27)

Yang benar, seseorang haruslah menggabungkan antara ilmu dan amal. Ilmu diperoleh dengan belajar kepada para ulama. Ilmu harus ada sebelum amal, sebagaimana perkataan Imam Bukhari rahimahullah dalam kitab Shahih-nya, “Bab Ilmu Sebelum Perkataan dan Perbuatan.” Kemudian beliau membawakan firman Allah,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan), selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.“ ( QS. Muhammad: 19)

Maksud ayat ini adalah berilmulah terlebih dahulu, kemudian beristigfar. Beramal sesudah berilmu terlebih dahulu. Ilmu adalah petunjuk untuk mengenal Allah. Allah menurunkan kitab dan mengutus Rasul untuk membimbing kita ke jalan yang benar yang harus kita ikuti, yaitu dengan ilmu bermanfaat dan amal saleh. Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.“ (QS. At-Taubah: 33)

Yang dimaksud al-huda adalah ilmu bermanfaat dan diinul haq adalah amal saleh. Rasul diutus dengan kedua hal ini. Beliau tidaklah diutus dengan ilmu tanpa amal, dan tidak pula diutus dengan amal tanpa ilmu. Dua hal ini senantiasa berhubungan dan saling berkaitan. Amal harus dibangun di atas ilmu dan orang yang berilmu harus mengamalkan ilmunya. Jika tidak demikian, maka akan celaka. Inilah risalah yang Allah utus kepada Rasul-Nya dan inilah manhaj salaf.

Mereka dinamai salafus shalih karena menggabungkan antara ilmu bermanfaat dan amal saleh. Mereka adalah sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa, “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.“ (QS. Al-Hasyr: 10)

Syarat diterimanya amal ada dua: ikhlas mengharap wajah Allah dan benar mengikuti petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman,

بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.“ (QS. Al-Baqarah: 112)

Ayat ini mengandung dua syarat diterimanya amal. Pertama, ditunjukkan dalam firman Allah  (بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلّهِ)  yaitu ikhlas dalam ibadah dan berlepas diri dari kesyirikan dan orang-orang musyrik. Kedua, dalam firman Allah (وَهُوَ مُحْسِنٌ) yaitu beramal mengikuti petunjuk Rasul dan meninggalkan perbuatan bid’ah.

Baca Juga: Nasihat Asy Syaikh Rabi’ Pada Pertemuan Salafiyyin Di Qatar

Meniti manhaj salaf bukan hanya pengakuan, namun butuh pembuktian

Inilah manhaj salaf, mengambil petunjuk dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan perantara para ulama yang kokoh dalam ilmunya. Barangsiapa yang ingin berjalan di atas manhaj salaf, dia harus berpegang teguh dengan kaidah syariat ini. Jika tidak demikian, maka banyak di masa sekarang ini orang yang mengklaim dan mengaku dirinya berada di atas manhaj salaf, namun sejatinya dia berada dalam kesesatan, bahkan dalam kesalahan yang parah. Oleh karena itu, jadilah orang-orang kafir dan munafik yang memilik penyakit di hati mereka mencela salafiyyin. Setiap ada kejahatan, sabotase, atau kerusakan, mereka mengatakan ini adalah perbuatan salafi, padahal manhaj salaf berlepas diri dari tindakan tersebut. Para salaf juga berlepas diri dari perbuatan tersebut. Semua itu bukan berasal dari manhaj salaf, namun berasal dari manhaj yang sesat. Jika mereka menamainya dengan salafi, maka kita harus membedakan antara penamaan dan hakikat, karena banyak penamaan sesuatu yang tidak sesuai dengan hakikatnya.

Manhaj salaf adalah ilmu yang bermanfaat dan amal saleh, membangun persaudaraan di atas agama Allah, serta bekerja sama dalam kebaikan dan takwa. Barangsiapa berpegang teguh dengannya akan selamat dari fitnah dan keburukan dan akan mendapat rida Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.“ (QS. At-Taubah: 100)

Setiap kita tentu menginginkan surga dan selamat dari neraka dan azab Allah. Seluruh sebab yang bisa mengantarkan ke surga dan menyelamatkan dari neraka semuanya merupakan buah dari berpegang teguh dengan manhaj salafus shalih. Imam Malik rahimahullah mengatakan,

لا يصلح آخر هذه الأمة إلا ما أصلح أولها

“Tidak akan menjadi baik generasi akhir umat ini, kecuali dengan sesuatu yang telah menjadikan baik generasi awalnya.“

Al-Qur’an dan As-Sunnah, keduanyalah yang telah menjadikan generasi awal umat ini menjadi generasi terbaik. Maka, tidak mungkin generasi akhir umat ini akan baik, kecuali dengan berpegang teguh dengan keduanya. Al-Qur’an dan As-Sunnah, keduanya berada di tengah-tengah kita saat ini, keduanya dijaga oleh Allah hingga sekarang ini. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.“ (QS. Al-Hijr: 9)

Barangsiapa yang menginginkan keduanya dengan kejujuran dan mempelajarinya dengan benar niscaya akan mendapat kebaikan dan taufik. Adapun barangsiapa yang hanya sekadar mengaku saja atau ikut-ikutan orang yang mengaku salafi maka sejatinya dia tidak berada di atas manhaj salaf. Dia tidak mendapat manfaat sama sekali, bahkan dirinya akan rugi.

Oleh karena itu, wajib bagi siapa pun yang mengaku sebagai salafi untuk benar-benar mengikuti manhaj salaf, baik dalam keyakinan, perkataan, perbuatan, dan muamalah sehingga dia menjadi salafi sejati. Dengan demikian, dia bisa menjadi contoh dan teladan yang baik dalam meniti manhaj salaf. Barangsiapa yang menginginkan manhaj ini, maka dia wajib untuk mengenalnya dan mempelajarinya, kemudian mengamalkan dan mendakwahkannya, serta menjelaskan kepada manusia bahwa inilah manhaj salaf, firqatun najiyah, dan ahlus sunnah waljama’ah, yaitu orang-orang yang mengikuti Nabi dan para sahabatnya, sabar dan berpegang teguh di atasnya, tidak berpaling dengan adanya fitnah, tidak bersama dengan penyeru-penyeru kesesatan, sampai dia menghadap Rabbnya.

وفق الله الجميع لما يحب ويرضى.

وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين

 

Baca Juga:

***

Penulis: dr. Adika Mianoki, Sp.S.


Artikel asli: https://muslim.or.id/80014-hakikat-manhaj-salaf-bag-2.html